Oleh: Ali Fauzi
—untuk memahami penggunaan teknologi di sekolah, mulailah dengan memahami cognitive science dan cara kerja otak—
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) telah mengalihstatuskan semua guru sebagai guru baru. Meskipun tidak semua, mayoritas guru belum memiliki keahlian dalam merencanakan, mengaplikasikan, dan meng-evaluasi pembelajaran jarak jauh.
Secara intuitif, kita ingin meniru proses belajar tatap muka. Intuisi ini bisa saja tidak tepat saat kondisi belajar tidak lagi sama. Kehadiran aplikasi Zoom, microsoft teams, google meet, dll menggoda kita untuk meniru proses belajar tatap muka.
Pertanyaannya, Apakah sebuah pembelajaran selalu harus disampaikan secara langsung? Tentu TIDAK.
Mari kita ulas dari sudut pandang guru, murid, materi, dan efektivitas.
GURU DAN MURID
Untuk bisa melakukan tatap muka virtual, harus ada laptop atau gawai pribadi beserta perangkat pendukung seperti headset, microphone, dan paket kuota internet. Belum lagi, setiap tatap muka virtual membutuhkan ruangan khusus yang tenang dan waktu khusus. Kondisi di rumah dan di sekolah tentu jauh berbeda.
Di sini, peluang terjadinya gangguan sangat besar. Bahkan, untuk murid, pendampingan orangtua memiliki peran yang tidak sedikit. Jika orangtua harus bekerja, peluang dan tantangan semakin bertambah.
Ingat, ini adalah pertarungan untuk mendapatkan perhatian.
MATERI
Karakter dan cara belajar murid (lebih mudahnya, pertimbangan cognitive science) harus sudah menjadi pertimbangan utama ketimbang “yang penting terlaksana”. Ada kesiapan belajar, motivasi, media pembelajaran, metode belajar, hingga tingkat kesulitan materi. Juga, pentingnya perhatian, cara kerja memori jangka pendek dan panjang, dan persepsi dalam berinteraksi.
Ada materi yang kita yakini efektif jika kita sampaikan melalui zoom meeting atau pertemuan virtual. Namun, di hadapan murid, terlebih tingkat Sekolah Dasar, bisa saja ambyar bro. Terlebih materi-materi yang kurang cocok dengan metode ceramah.
Sekali lagi, pastikan bahwa pertimbangan utama setiap penggunaan teknologi dalam belajar adalah pertimbangan ilmu kognitif.
Zoom meeting sedang menjadi idola. Beberapa rekan guru bahkan ada yang mengatakan bahwa belum dianggap mengajar jika belum melakukan zoom meeting dengan murid. Sayangnya, penggunaan Zoom dalam belajar membuat kita lupa dan akhirnya terjebak pada intuisi kelas tatap muka.
Pertanyaan berikutnya, efektifkah pembelajaran menggunakan pertemuan virtual secara streaming?
Jawabannya adalah EFEKTIF.
Jika targetnya adalah kedisiplinan dan belajar mengatur waktu. Misalnya, pertemuan virtual diadakan setiap pukul 08.00 WIB. Setiap anak harus sudah bangun pagi, mandi, sarapan, dan sudah siap menyambut hari dengan penuh semangat. Ini adalah menjaga kebiasaan anak untuk mengatur waktu dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Efektif jika targetnya adalah saling menyapa dan membangun hubungan personal dengan murid. Hanya berisi saling sapa, saling bercerita, dan memberikan perhatian-perhatian personal lainnya. Lebih dari itu, hal ini juga bisa berfungsi untuk menjaga perasaan terhubung antara guru dan murid.
Efektif, jika Zoom meeting dimanfaatkan lebih sebagai konfirmasi pemahaman murid ketimbang proses pemahaman. Hal ini tentu saja dilakukan setelah materi dikirimkan terlebih dahulu. Dalam kondisi ini, zoom meeting akan lebih interaktif.
Jawabannya adalah KURANG EFEKTIF.
Jika menyangkut penanaman konsep baru. Kalau seorang guru dalam kelas tatap muka terbiasa menyapa anak, memberikan bimbingan individu, membalas feedback anak dengan segera, dan langsung menyelesaikan kesulitan anak, maka hal-hal tersebut menjadi sangat terbatas.
Di dalam kelas tatap muka, kita bisa melihat satu persatu anak. Kita bisa menyapa anak-anak yang mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi, kita bisa mengatur rendah tinggi suara, kita juga bisa menambah gerak tubuh untuk membuat pembelajaran menjadi menarik. Dalam pertemuan virtual, sangat sedikit yang bisa kita lakukan.
Tidak Efektif jika kita membatasi waktu belajar, membatasi sumber belajar, dan membatasi ruang kreativitas. Ada murid yang sudah mampu belajar secara mandiri, ada yang butuh bimbingan, bahkan ada yang membutuhkan perhatian khusus. Belum lagi terkait kecepatan belajar murid yang berbeda-beda.
Ingat, semangat pembelajaran berbasis internet dan komputer/gadget pribadi adalah adanya kebebasan untuk menentukan di mana dan kapan proses belajar terjadi. Belajar apapun bisa dilakukan kapan saja dan sumbernya juga beragam
MANAKAH CARA TERBAIK? Jawabannya adalah “Yang terbaik yang bisa dilakukan”
Bisa jadi, zoom meeting adalah cara terbaik bagi beberapa orang. Jika anda adalah salah satu guru tersebut, mohon anda berbagi cara dengan sesama guru, menuliskannya di medsos, menjelaskan kenapa bisa efektif. Ya, agar kita bisa saling belajar. Satu cara bisa bagus bagi seseorang, belum tentu cocok bagi yang lain.
Mari kita lengkapi kemampuan kita dengan berbagai macam aplikasi pembelajaran. Agar pilihan yang kita miliki semakin beragam.
KUOTA
Sekarang kita hitung kuota. Jumlah kuota yang dikeluarkan saat streaming, baik melalui zoom atau aplikasi lain, jauh lebih besar dan mahal. Jika kita memilih bentuk lain, misalnya video, power point, game interaktif, maka kuota yang dibutuhkan lebih sedikit. Kelebihan lainnya adalah terbukanya waktu belajar bagi anak.
Lihatlah alasan kenapa anak-anak menyukai game dan youtube? Salah satunya adalah gerak dinamis perpaduan antara gambar, teks, warna, dan video lainnya.
Terimakasih, salam.