Oleh: Ali Fauzi
Jika anda pernah flu atau pilek, anda pasti tahu tulisan di bungkus obat. “Menghilangkan flu. Bla bla bla dan Mengakibatkan mengantuk”. Hampir setiap obat, kini menuliskan efek samping sebagai peringatan.
Apakah kita juga mengharap hal tersebut terjadi pada dunia pendidikan? Jangan-jangan, kita tidak akan pernah mendapatkannya.
Misalnya,
Program ini membantu meningkatkan nilai membaca siswa anda, tetapi mungkin membuat mereka benci membaca selamanya.
Latihan ini dapat membantu anak anda menjadi murid yang lebih baik, tetapi bisa membuatnya kurang kreatif.
Ujian Sekolah akan menjadikan setiap peserta didik memiliki kemampuan standar, tapi mungkin bisa menimbulkan stres.
Hilangnya ujian nasional memberikan kesempatan untuk berkembang setinggi-tingginya, tetapi juga berisiko menurun tidak karuan bagi yang malas berubah.
Program ini akan memperpendek waktu belajar, tapi menimbulkan kerentanan psikologis.
Latihan ini akan meningkatkan kecepatan siswa dalam berhitung, tetapi mungkin menghilangkan nalar matematis.
Program intensif ini memperkaya anak dengan wawasan yang luas, tetapi membuat mereka lemah secara emosi.
Pembelajaran tematik ini lebih memudahkan untuk bereksplorasi, tetapi juga rentan membosankan akibat jumlah ulangan yang banyak.
Program ini mempersiapkan lulusan siap kerja, tetapi membuat mereka minim kebijaksanaan.
Program ini mencetak generasi sesuai zamannya, tetapi membuat mereka kehilangan rasa cinta terhadap budaya sendiri.
Dan seterusnya.
Mengumumkan manfaat sebuah program tanpa menjelaskan efek sampingnya, memang bukanlah sebuah kebohongan. Kita membutuhkan sebuah kajian yang dilaporkan secara terbuka tentang dampak buruk sebuah kebijakan. Sehingga dengan kajian tersebut, kita tidak kaget saat menjumpai fakta yang berbeda di lapangan.
Rasa kaget yang muncul akibat kepercayaan di awal sungguh menyakitkan. Rasa sakit inilah yang bisa menggerakkan hati kita bergumam, “Ini adalah Kebijakan “Tidak Jujur”.
Yong Zhao, profesor pendidikan ternama, mengamati kondisi ini layaknya meminum racun untuk melepaskan dahaga. Dalam kondisi pendidikan yang stagnan, semua orang haus akan perubahan. Rasa haus itu kemudian mewujud dalam bentuk kebijakan-kebijakan. Akhirnya, kebijakan yang ada hanyalah memuaskan dahaga akan sistem pendidikan yang lebih baik.
Iming-imingnya adalah hilangnya haus dalam jangka pendek. Namun, akan sangat menghancurkan untuk kepentingan jangka panjang.
Tulisan ini mengajak untuk menambah kolom dalam setiap kebijakan pendidikan. Kolom tersebut adalah “kolom dampak buruk”. Dan jika sudah terisi, segeralah membagikannya kepada sebanyak mungkin orang.
Seorang teman ketika aku ajak berbicara tentang hal ini, berkomentar “Apa gak bikin manja?”
“Bung, ini tentang efektivitas, tentang pendidikan, dan tentang kita semua”.
Terimakasih